Minggu, 08 Desember 2013
Browse Manual »
Wiring »
cerpen
»
cincin
»
cinta
»
dua
»
Cerpen Cinta DUA CINCIN
Aku menatap dua kotak beludru dengan pandangan kosong. Masing-masing berisi sebuah cincin. Kotak pertama berwarna merah tua berbentuk bulat berisi cincin emas kuning 23 karat dengan permata berlian yang berkilauan bertahta diatasnya. Kotak kedua berbentuk hati, warna merah tua juga. Isinya sebuah cincin emas kuning dengan ukiran nama di bagian dalamnya.
Kedua cincin ini diberikan oleh dua orang yang berbeda, yang sama-sama kucintai. Mereka melamarku di hari yang sama dan aku harus memutuskan untuk memilih salah satunya, karena aku tak mungkin menikah dengan dua pria sekaligus.
Tapi aku tak bisa.Aku mencintai keduanya.Mungkin terdengar egois, namun memang inilah kenyataannya. Aku tak bisa memilih diantara dua lamaran itu. Aku bingung…
“Kenapa kamu harus pergi? Apakah tak bisa kuliah S2 di Indonesia saja?” rengekku pada Mas Dewa, tunanganku.
“Kesempatan mendapatkan beasiswa ke luar negeri itu tak akan datang dua kali, Ris. Ini kesempatanku dan tak akan ku sia-siakan. Maafkan aku, Ris. Aku akan sering-sering menghubungimu.”
“Nanti kau kecantol sama cewek bule…”
“Tidak akan. Cuma kamu yang ada di hatiku. Aku janji, setelah aku pulang nanti, kita akan langsung menikah.”
Mas Dewa mengecup keningku dengan mesra.Kami menghabiskan malam berdua di atap rumahnya, ditemani bintang-bintang malam.
Pada waktu itu hubunganku dengan Mas Dewa juga agak renggang karena kesibukan kami masing-masing. Aku kesepian. Saat itulah Yudha datang meramaikan hari-hariku dengan cinta.
Sebenarnya ada rasa bersalah yang terbesit di hatiku.Aku sudah menduakan cinta Mas Dewa yang begitu tulus. Kami sudah berpacaran cukup lama, tega sekali aku menyakitinya. Tapi aku tak bisa menghapus kehadiran Yudha.
Hubungan kami bertiga pun berjalan lancar-lancar saja.Siang berkencan dengan Yudha, malam berkencan dengan Mas Dewa via e-mail.Semua berjalan lancer sampai hari itu tiba.
Suatu sore yang cerah, Yudha membawaku ke sebuah taman bunga yang indah. Ia menyuruhku duduk di sebuah bangku di bawah pohon, sementara ia bermain biola dengan nada yang amat merdu. Ini dia salah satu kelebihan yang tak dimiliki oleh Mas Dewa.
Setelah bermain biola, ia menyuruhku membuka kotak biolanya. Di situ ada kotak beludru berwarna merah berbentuk hati.
“Yud,, apa ini?”
Yudha membungkuk dan berlutut di depanku, “Will you marry me?”
Malam harinya, di hari yang sama, aku dikejutkan oleh kedatangan Mas Dewa di rumahku. Ia tidak bilang-bilang kalau mau pulang.Ia membawaku ke sebuah restoran Prancis. Setelah makan, ia berdiri dan berjalan menuju panggung, kemudian duduk di depan piano. Aku terperangah. Mas Dewa yang biasanya hanya bisa memencet tombol-tombol computer, kini bisa memainkan jarinya di atas piano. Lagu Rivers Flow in You mengalun lembut, syahdu dan romantic.
Setelah menyelesaikan lagunya, ia kembali ke meja dan berlutut di depanku. Ia meraih tanganku, kemudian menyematkan cincin di jari manisku.
“veux-tu mépouser?” (will you marry me?-bahasa prancis)
Telepon berdering. Yudha yang menelepon, mengajak makan malam.Ia hendak mengenalkanku pada teman lamanya. Setelah berdandan, ia menjemputku tepat waktu. Di sebuah café tenda, kami berjalan ke sebuah meja yang salah satu kursinya sudah diduduki seseorang. Orang itu membelakangi kami sehingga aku tak tahu siapa dia.
“Mas, ini dia calon istriku,” kata Yudha sambil menepuk bahu pria itu.
Orang itu berdiri dan menoleh. Rasanya bagai disambar ribuan petir ketika aku melihat wajah orang itu. Mas Dewa! Ia pun sama kagetnya seperti aku.
“Risa?”
“Hei, rupanya kalian saling kenal?” tanyaYudha yang masih belum mengerti dengan apa yang terjadi.
Aku menundukkan wajahku. Aku merasa sangat bersalah. Mas Dewa langsung pergi begitu saja. Aku berlari mengejarnya, tak peduli dengan tatapan bingung Yudha. Di parkiran, aku berhasil menangkap lengan Mas Dewa.
“Mas, dengar penjelasanku dulu…”
Mas Dewa mengibaskan tangannya, “Semua sudah jelas, Ris. Pantas saja kamu tidak langsung menjawab lamaranku. Kenapa Ris? Kenapa kau berbuat ini padaku? Tujuh tahun kebersamaan kita jadi sia-sia karena perbuatanmu ini. Aku kecewa sama kamu.”
“Maafkan aku, Mas.”
“Aku yang salah. Seharusnya aku tidak pergi meninggalkanmu ke Prancis.”
Aku terdiam sambil terus sesungukkan.
“Maaf, Risa, aku tak bisa mentolelir perselingkuhanmu di belakangku. Aku sungguh kecewa dan terluka. Lebih baik kita tidak usah bertemu lagi selamanya.”
Mas Dewa langsung masuk ke mobilnya dan tancap gas. Percuma aku menggedor kaca pintu mobilnya dan mengejarnya, ia sudah tak mau melihatku lagi.
Aku kembali ke dalam café, tapi Yudha sudah tidak ada di sana. Hanya ada sepucuk surat yang ia tinggalkan di atas meja.
Aku terduduk lemas. Karena keegoisanku, aku kehilangan dua orang yang sangat kucintai. Aku menginginkan memiliki keduanya, namun aku malah kehilangan mereka berdua.
========== Penulis ===========
Nama: Dian Meilyani
Blog: ann-fdlove.blogspot.com
===========================
Cerpen Cinta DUA CINCIN
DUA CINCIN
oleh: Dian MeilyaniAku menatap dua kotak beludru dengan pandangan kosong. Masing-masing berisi sebuah cincin. Kotak pertama berwarna merah tua berbentuk bulat berisi cincin emas kuning 23 karat dengan permata berlian yang berkilauan bertahta diatasnya. Kotak kedua berbentuk hati, warna merah tua juga. Isinya sebuah cincin emas kuning dengan ukiran nama di bagian dalamnya.
Kedua cincin ini diberikan oleh dua orang yang berbeda, yang sama-sama kucintai. Mereka melamarku di hari yang sama dan aku harus memutuskan untuk memilih salah satunya, karena aku tak mungkin menikah dengan dua pria sekaligus.
Tapi aku tak bisa.Aku mencintai keduanya.Mungkin terdengar egois, namun memang inilah kenyataannya. Aku tak bisa memilih diantara dua lamaran itu. Aku bingung…
***
Satu tahun yang lalu…“Kenapa kamu harus pergi? Apakah tak bisa kuliah S2 di Indonesia saja?” rengekku pada Mas Dewa, tunanganku.
“Kesempatan mendapatkan beasiswa ke luar negeri itu tak akan datang dua kali, Ris. Ini kesempatanku dan tak akan ku sia-siakan. Maafkan aku, Ris. Aku akan sering-sering menghubungimu.”
“Nanti kau kecantol sama cewek bule…”
“Tidak akan. Cuma kamu yang ada di hatiku. Aku janji, setelah aku pulang nanti, kita akan langsung menikah.”
Mas Dewa mengecup keningku dengan mesra.Kami menghabiskan malam berdua di atap rumahnya, ditemani bintang-bintang malam.
***
Enam bulan setelah kepergian Mas Dewa, aku bertemu Yudha ketika aku meliput di sebuah kota yang terkena bencana alam. Ia adalah aktivis yang menolong orang-orang yang tekena musibah itu. Walaupun ia lebih muda dua tahun dariku, sikapnya sangat dewasa, baik, perhatian dan romantic. Ia juga lucu dan humoris. Ketika ia menyatakan cinta kepadaku, aku tak kuasa untuk menolaknya. Pada waktu itu hubunganku dengan Mas Dewa juga agak renggang karena kesibukan kami masing-masing. Aku kesepian. Saat itulah Yudha datang meramaikan hari-hariku dengan cinta.
Sebenarnya ada rasa bersalah yang terbesit di hatiku.Aku sudah menduakan cinta Mas Dewa yang begitu tulus. Kami sudah berpacaran cukup lama, tega sekali aku menyakitinya. Tapi aku tak bisa menghapus kehadiran Yudha.
Hubungan kami bertiga pun berjalan lancar-lancar saja.Siang berkencan dengan Yudha, malam berkencan dengan Mas Dewa via e-mail.Semua berjalan lancer sampai hari itu tiba.
***
Suatu sore yang cerah, Yudha membawaku ke sebuah taman bunga yang indah. Ia menyuruhku duduk di sebuah bangku di bawah pohon, sementara ia bermain biola dengan nada yang amat merdu. Ini dia salah satu kelebihan yang tak dimiliki oleh Mas Dewa.
Setelah bermain biola, ia menyuruhku membuka kotak biolanya. Di situ ada kotak beludru berwarna merah berbentuk hati.
“Yud,, apa ini?”
Yudha membungkuk dan berlutut di depanku, “Will you marry me?”
***
Malam harinya, di hari yang sama, aku dikejutkan oleh kedatangan Mas Dewa di rumahku. Ia tidak bilang-bilang kalau mau pulang.Ia membawaku ke sebuah restoran Prancis. Setelah makan, ia berdiri dan berjalan menuju panggung, kemudian duduk di depan piano. Aku terperangah. Mas Dewa yang biasanya hanya bisa memencet tombol-tombol computer, kini bisa memainkan jarinya di atas piano. Lagu Rivers Flow in You mengalun lembut, syahdu dan romantic.
Setelah menyelesaikan lagunya, ia kembali ke meja dan berlutut di depanku. Ia meraih tanganku, kemudian menyematkan cincin di jari manisku.
“veux-tu mépouser?” (will you marry me?-bahasa prancis)
***
Telepon berdering. Yudha yang menelepon, mengajak makan malam.Ia hendak mengenalkanku pada teman lamanya. Setelah berdandan, ia menjemputku tepat waktu. Di sebuah café tenda, kami berjalan ke sebuah meja yang salah satu kursinya sudah diduduki seseorang. Orang itu membelakangi kami sehingga aku tak tahu siapa dia.
“Mas, ini dia calon istriku,” kata Yudha sambil menepuk bahu pria itu.
Orang itu berdiri dan menoleh. Rasanya bagai disambar ribuan petir ketika aku melihat wajah orang itu. Mas Dewa! Ia pun sama kagetnya seperti aku.
“Risa?”
“Hei, rupanya kalian saling kenal?” tanyaYudha yang masih belum mengerti dengan apa yang terjadi.
Aku menundukkan wajahku. Aku merasa sangat bersalah. Mas Dewa langsung pergi begitu saja. Aku berlari mengejarnya, tak peduli dengan tatapan bingung Yudha. Di parkiran, aku berhasil menangkap lengan Mas Dewa.
“Mas, dengar penjelasanku dulu…”
Mas Dewa mengibaskan tangannya, “Semua sudah jelas, Ris. Pantas saja kamu tidak langsung menjawab lamaranku. Kenapa Ris? Kenapa kau berbuat ini padaku? Tujuh tahun kebersamaan kita jadi sia-sia karena perbuatanmu ini. Aku kecewa sama kamu.”
“Maafkan aku, Mas.”
“Aku yang salah. Seharusnya aku tidak pergi meninggalkanmu ke Prancis.”
Aku terdiam sambil terus sesungukkan.
“Maaf, Risa, aku tak bisa mentolelir perselingkuhanmu di belakangku. Aku sungguh kecewa dan terluka. Lebih baik kita tidak usah bertemu lagi selamanya.”
Mas Dewa langsung masuk ke mobilnya dan tancap gas. Percuma aku menggedor kaca pintu mobilnya dan mengejarnya, ia sudah tak mau melihatku lagi.
***
Aku kembali ke dalam café, tapi Yudha sudah tidak ada di sana. Hanya ada sepucuk surat yang ia tinggalkan di atas meja.
Maafkan aku. Aku sama sekali tidak tahu kalau kamu sudah punya pacar selama ini, apalagi dia adalah teman baikku yang sudah kuanggap seperti kakakku sendiri. Kalau boleh jujur, sebenarnya aku juga kecewa dan terluka.Rupanya selama ini aku hanyalah cadangan, penghibur ketika lelakimu tak ada bersamamu. Tapi aku tidak akan menyalahkanmu. Kau hanya kesepian selama dia pergi dan aku datang di antara kalian, merusak hubungan kalian.
Untuk sementara aku akan pergi ke luar negeri untuk menenangkan diri. Maafkan aku karena pergi tanpa pamit. Tapi setelah kejadian ini aku tak kuasa bertemu denganmu lagi. Hatiku tak kuat menahan rasa sakit ini. Namun aku harap ketika kita punya kesempatan untuk bertemu lagi, aku harap bisa tetap menjalin tali silaturahmi denganmu, sebagai teman.
Aku doakan semoga kau berbahagia dengan Mas Sadewa. Ia adalah pria yang lebih pantas untukmu. Selamat tinggal, Mbak Risa.
Yudha
Aku terduduk lemas. Karena keegoisanku, aku kehilangan dua orang yang sangat kucintai. Aku menginginkan memiliki keduanya, namun aku malah kehilangan mereka berdua.
THE END
========== Penulis ===========
Nama: Dian Meilyani
Blog: ann-fdlove.blogspot.com
===========================
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar